Hak Pejalan Kaki yang Terabaikan

Transportasi merupakan perpindahan barang dan atau manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Transportasi manusia dapat dilakukan dengan berbagai cara; selain dengan menggunakan kendaraan perpindahan ke suatu tempat dapat dilakukan dengan berjalan kaki, dimana terdapat berbagai macam fasilitas untuk para pejalan kaki, diantaranya: trotoar, jembatan penyeberangan, zebra cross, dan sebagainya.

Namun pada kenyataannya, pengembangan fasilitas pejalan kaki di Indonesia kurang menjadi prioritas dibandingkan pengembangan jalur untuk moda transportasi lainnya terutama kendaraan bermotor, sehingga pejalan kaki berada dalam posisi yang lemah. Bahkan menurut hasil penelitian yang dilakukan di DKI Jakarta oleh Lembaga Swadaya Masyarakat bidang perkotaan Pelangi bersama Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) dan Institut Transportasi (Intrans) bahwa keselamatan pejalan kaki terancam akibat minimnya fasilitas untuk pedestarian. 65 persen korban kecelakaan lalu lintas berakibat kematian, adalah pejalan kaki, yang mana 35 persen diantara korbannya adalah anak-anak (diunduh dari http://www.tempo.co.id/hg/jakarta/2003/10/22/brk,20031022-07,id.html pada tanggal 25 September 2011; pukul 20:30)

Hal ini tentu bertentangan dengan apa yang ada di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan dan juga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Di sana tercantum bahwa salah satu kelengkapan jalan adalah trotoar.

Cukup dengan basa-basi dengan bahasa kaku yang saya gunakan, intinya pejalan kaki di Indonesia terabaikan haknya dengan tidak diadakannya jalur pedestrian yang layak. Kenapa penulis berkata demikian? Penulis sebenarnya juga sudah melakukan survey kecil-kecilan di sekitar tempat penulis tinggal yaitu di daerah cisitu (penulis kost di daerah ini.red). Tidak jarang, penulis juga berangkat kuliah dengan berjalan kaki untuk hemat pemakaian energi (dan hemat uang tentunya). Nah dalam perjalanan ke kampus maupun sebaliknya penulis menemukan sedikit ketidaknyamanan dalam berjalan kaki. Terutama di daerah cisitu lama.

Disini sama sekali tidak dijumpai adanya trotoar, bahkan bahu jalan yang mungkin ditujukan untuk pejalan kaki tampak tidak nyaman. Keadaan yang memprihatinkan

Lihat saja keadaan bahu jalan di atas, sangat tidak layak untuk digunakan pejalan kaki. Selain kenyamanan, di sini faktor keamanan juga terabaikan. Apalagi sering ditemukan mobil yang parkir di bahu jalan maupun benda-benda lain yang diletakkan oleh oknum tidak bertanggung jawab seperti tumpukan pasir, bata, dan gerobak pedagang.

Apalagi kalau jalanan macet seperti gambar di bawah ini, kadang kala ada pengendara sepeda motor yang menyalip mobil di depannya melalui bahu jalan yang seharusnya digunakan oleh pejalan kaki.

Kalo macet

Mungkin, hal ini juga yang menjadi penyebab membludaknya jumlah kendaraan di Indonesia. Mengapa demikian? Karena masyarakat melakukan penolakan terhadap kendaraan umum dan jalur pejalan kaki. Meraka lebih merasa aman dan nyaman berada di kendaraan pribadi mereka. Jadi menurut hemat saya, keberadaan jalur pejalan kaki bukan saja hanya masalah orang-orang yang mau berjalan kaki, namun lebih kepada mengajak masyarakat luas untuk berjalan kaki saat bepergian jarak dekat.

Dengan demikian angka kemacetan juga dapat berkurang, masyarakat tidak perlu mengeluarkan mobil ataupun motor mereka hanya untuk bepergian ke tempat yang hanya berjarak 1 km saja. Bukan tidak mungkin kita akan melihat pemandangan seperti ini di Indonesia. Lalu Lintas Pejalan Kaki

Ya, semua ini bukan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Saya juga tidak bisa menyalahkan pemerintah. Mungkin pemerintah sudah terlalu banyak masalah untuk dipikirkan. Sekarang saatnya kita para pemuda memulai. Kita disekolahkan di universitas juga berkat subsidi dari pemerintah. Pemerintah memberikan subsidi itu, agar kita dapat memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi. Janganlah menjadi mahasiswa kolot yang hanya menyalahkan pemerintah. Ayo lakukan pergerakan!